Pelatihan Filsafat Ilmu di Al-Zaytun Tekankan Pentingnya Pemikiran Kritis dan Peradaban Literasi

 

Gambar di dapat dari channel YouTube lognewsTV

Indramayu, HIMMAPRO KPI  Al-Zaytun kembali menyelenggarakan kegiatan bertema pendidikan progresif dalam pelatihan bertajuk “Pelaku Didik Menuju Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama Demi Terwujudnya Indonesia Modern Abad 21 dan Usia 100 Tahun Kemerdekaan”. Kegiatan yang berlangsung pada Ahad, 20 Juli 2025 ini menghadirkan Prof. Dr. Hamja, S.H., M.H. sebagai pemateri utama.

Dihadiri sekitar 2000 peserta yang terdiri dari santri, mahasiswa, guru, dosen, dan civitas akademika Ma’had Al-Zaytun, pelatihan ini menggugah kesadaran akan pentingnya transformasi pendidikan berbasis karakter dan kebangsaan.

Dalam sesi tersebut, Prof. Hamja membedah pentingnya filsafat dalam sistem pendidikan dan kehidupan manusia secara umum. Menurutnya, pendidikan harus diarahkan bukan hanya pada aspek teknis, tetapi juga pemahaman yang mendalam terhadap hakikat kehidupan. Filsafat diangkat sebagai dasar untuk berpikir kritis dan merefleksikan persoalan-persoalan fundamental.

Gambar di dapat dari Channel YouTube lognewsTV

Ia menekankan bahwa pertanyaan seperti "Siapa saya?" atau "Untuk apa manusia berpikir?" muncul dari kegelisahan eksistensial yang merupakan awal mula filsafat. Ketika manusia menghadapi persoalan yang tak terpecahkan atau terbentur oleh realitas, pemikiran filsafat hadir sebagai usaha menggali akar permasalahan secara radikal.

Lebih lanjut, Prof. Hamja menyinggung pandangan negatif terhadap filsafat, seperti anggapan bahwa filsafat itu membingungkan, menyesatkan, atau tidak berguna. Ia menegaskan bahwa pandangan tersebut muncul dari kesalahpahaman dan belum mengenal filsafat secara utuh.

Dalam konteks pendidikan berasrama, ia menyampaikan bahwa peran membaca dan menulis menjadi elemen vital dalam membangun kualitas berpikir. Buku bukan hanya sebagai sumber informasi, melainkan juga sebagai sarana formasi dan refleksi. Membaca membentuk cara berpikir, menulis melatih struktur logika dan daya kritis. Bahkan menurutnya, menulis seharusnya tidak boleh ditinggalkan, sekalipun hanya satu malam.

Dalam sesi ini pula dijelaskan bahwa buku adalah gudang ide tanpa batas, peta peradaban manusia, serta rekaman kecerdasan dan kompleksitas pengalaman hidup manusia. Oleh karena itu, penguasaan literasi melalui kegiatan membaca dan menulis menjadi kunci utama dalam membentuk generasi berpikir, bukan sekadar menghafal.

Pelatihan ini menjadi pengingat bahwa transformasi pendidikan tidak dapat dilepaskan dari proses pemikiran mendalam, pembiasaan membaca, dan keberanian untuk terus menulis serta bertanya. Sebuah langkah kecil namun berdampak besar menuju Indonesia abad 21 yang lebih beradab dan tercerahkan.

(Umar dkk)

0 Komentar